PWI Riau Gelar Workshop Wartawan Lingkungan di Jawa Barat

CIANJUR (KPN) – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Riau gelar Workshop Wartawan Lingkungan bertajuk “Memahami dan Menyajikan Karya Jurnalistik Terkait Bertema Isu-Isu Lingkungan Terkini.”

Kegiatan yang digelar di Resort Casa Monte Rosa, Jalan Raya Puncak Km 90, Ciloto, Kampung Parabon, Jawa Barat itu dihadiri oleh seratusan wartawan yang tergabung dalam PWI Provinsi Riau dan PWI kabupaten/kota se-Riau.

Bacaan Lainnya

Sebagai narasumber, dihadirkan Cornelius Helmy Kepala Biro Kompas Jawa Barat dan NP Rahadian, seorang praktisi lingkungan yang pernah mendapat penghargaan kalpataru dari Presiden RI.

Kemudian Nunu Anugrah Kepala Biro Humas KemenLHK, Yanin Kholison PR Manager SKK Migas Sumbagut, Budi Firmansyah Humas RAPP-April Group.

 

Ketua Dewan Penasehat PWI Riau Khazzaini KS yang membuka kegiatan menyebut bahwa bagi wartawan khususnya di Riau akan selalu berhubungan dengan lingkungan.

“Isu lingkungan di Riau adalah urusan kita, wartawan, sehari-hari. Tidak akan pernah selesai karena Riau memiliki lahan sawit terbesar di dunia, sudah mengalahkan Malaysia. Belum lagi kita bicara soal Rempang, di mana menurut kabar yang kami dapat di sana tidak hanya akan dibangun panel surya tapi juga pabrik kaca. Itu (produksi kaca) akan mengeruk pasir, merusak lingkungan. Kacanya dan energi dari panel surya itu akan dikirim ke negara tetangga. Negeri mereka menjadi hijau, menggunakan energi terbarukan, namun negeri kita rusak. Ini yang perlu ditulis, disiarkan,” katanya, Rabu (27/9/2023).

Cornelius Helmy juga menyinggung soal resiko yang akan dihadapi wartawan saat meliput isu lingkungan.

“Menulis isu lingkungan itu penting namun tidak mudah. Pasti akan ada intervensi bahkan ancaman dari berbagai pihak, terutama jika berurusan dengan korporasi. Wartawan harus memiliki pengetahuan yang mumpuni agar tulisan yang dihasilkan bisa dipertanggungjawabkan sekaligus membantu masyarakat,” ujarnya.

Wartawan yang bergabung ke dalam Kompas sejak tahun 2005 itu kemudian membagikan pengalamannya saat meliput kerusakan lingkungan yang terjadi di Sungai Citarum.

“Waktu itu saya dituduh membuat berita hoaks, tapi saya juga diteror. Syukurnya saya mendapat privilege berupa perlindungan dari teman-teman PWI dan kantor juga mengungsikan saya selama beberapa waktu,” ujarnya.

Meski memiliki resiko yang terbilang besar, Helmy melanjutkan, wartawan tidak boleh gentar untuk menulis.

“Fokus titik liputan, sekalipun membahas lingkungan, harus tetap manusia. Bagaimana dampak apa yang terjadi pada lingkungan itu kepada kemanusiaan dan hajat hidup orang banyak,” pungkasnya.

(RNL)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *