Ahli Pidana Asst.Prof. Dr.Dwi Seno : Tidak boleh menegakkan hukum materiil dengan cara melawan hukum formil

Kabar Jakarta || Dosen Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya Asst.Prof. Dr. DWI SENO WIJANARKO, S.H.,M.H.,CPCLE.,CPA.CPM hadir sebagai Ahli Hukum Pidana dalam Agenda Pembuktian di Pengadilan Negeri Jakarta Barat Jl. Letjen S. Parman No.71, RT.10/RW.3, Slipi, Kec. Palmerah, Kota Jakarta Barat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Pada Selasa, 26/7/2023.

Dosen yang dihadirkan oleh Kantor Pengacara YH & Partners berdasarkan surat Tugas dari Dekan Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya No. 0553/VII/2023/FH-UBJ tertanggal 21 Juli 2023. Pada Substansinya dimintai pendapat guna terang nya suatu Perkara atas Perkara yang sedang dihadapi oleh kliennya yang didakwa melakukan Tindak Pidana Pasal 374 KUHP jo Pasal 372 KUHP.

Bacaan Lainnya

Asst.Prof.Dr.Dwi Seno Wijanarko, SH.,M.H.,CPCLE.,CPA.,CPM. Dosen dengan Jabatan Fungsional / Akademik “Assistant Professor” (Lektor 300) selaku Ahli Pidana Berpendapat bahwa Pemenuhan tindak pidana harus terpenuhi 3 element penting, yakni mens rea, actus rea dan akibat hukum apabila salah satu element penting tersebut tidak terpenuhi, maka penerapan pasal yang didakwakan menjadi tidak terpenuhi ” Jelas Asst.Prof.Dr. Seno

Lebih lanjut Asst.Prof.Dr. Seno berpendapat “Pasal 374 KUHP yaitu berbicara tentang Penggelapan dengan pemberatan, pembuktian unsur nya adalah harus merujuk pada Genus nya yaitu Pasal 372 KUHP. Esensi unsur dari pasal 372 KUHP adalah terdapat unsur Memiliki dengan melawan hak, dan unsur Sesuatu barang yang sama sekali atau sebagiannya tersebut kepunyaan orang lain, hanya saja perbedaan Pasal 374 KUHP dengan Pasal 372 KUHP adalah pada pasal 374 KUHP ada penambahan unsur Yang ada dalam tangannya bukan karena kejahatan melainkan ada hubungan pekerjaan atau karena pencaharian atau karena mendapat upah untuk itu dan hubungan pekerjaan tersebut” Jelas Asst.Prof.Dr. Seno dimuka persidangan

Masih dengan pendapat nya “Apabila dalam peristiwa hukum pidana pasal 374 KUHP dimana sudah tidak ada hubungan pekerjaan antara terdakwa dengan perusahaan dan hal tersebut dibuktikan sejak BAP pelaporan dibuat didukung keterangan saksi-saksi lainnya, bahwa terdakwa sudah tidak ada hubungan pekerjaan dengan demikian telah terang dan jelas bahwa “unsur ada hubungan pekerjaan atau karena pencaharian atau karena mendapat upah untuk itu” dalam pasal 374 KUHP tidaklah terpenuhi dan tidak dapat dibuktikan demi hukum, apabila salah satu unsur tindak pidana tidak terpenuhi maka pasal yang didakwakan menjadi tidaklah terpenuhi, Sehingga menurut pendapat hukum saya terhadap terdakwa tidaklah tepat diterapkan dengan Pasal 374 KUHP” Sambungnya

Dipertanyakan oleh penasehat hukum terdakwa ”
Saudara ahli, saya ilustrasikan Contoh kasus : jika X dilaporkan oleh A pada tahun Desember 2020 namun ditemukan fakta bahwa A selaku pelapor di BAP tanggal 11 November 2023,(artinya BAP tersebut jelas cacat formil karena tidak mungkin seseorang di BAP pada tanggal, bulan dan tahun yang belum terjadi), kemudian Jaksa mendakwa X berdasarkan BAP yang cacat formil itu, pertanyaanya bagaimana menurut pandangan hukum ahli berdasarkan ilustrasi tersebut ?” Tanya penasehat hukum dari Kantor Pengacara YH & Partners

Ahli Asst.Prof.Dr. Seno menjelaskan “Sebagaimana yang telah ahli sampaikan bahwa hukum itu ada logikanya, secara logika hukum bagaimana mungkin seseorang di BAP terhadap waktu yang belum terjadi, artinya BAP tersebut telah terang dan jelas cacat formil. Hal tersebut jelas tidak berdasarkan “due procces of law” Apabila jaksa menggunakan BAP yang cacat formil untuk membuat dakwaan dan mendakwa seseorang, maka ahli berpendapat bahwa dakwaan tersebut menjadi cacat formil karena pada sejatinya BAP, Berkas perkara, dakwaan maupun tuntutan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, apabila terdapat cacat formil maka terhadap yang demikian menjadi batal demi hukum.
saya Berpendapat Benar adalah kebenaran, Sementara kebenaran itu esensinya segala sesuatu yang benar Artinya segala bentuk tindakan atau langkah-langkah hukum harus sesuai koridor hukum. Penegakan hukum yang sesuai koridor hukum adalah Due proses of law yang benar-benar dijalankan Untuk sebuah kepastian Dalam konteks perlindungan hak-hak asasi manusia, Sebaliknya Tindakan Aparat Penegak Hukum (APH) yang melakukan penegakan Hukum justru Tidak sejalan dengan hukum. Khususnya hukum acara, maka perbuatan yang demikian diluar negeri kita kenal “Miranda Rule” Sementara di indonesia pelanggaran Hukum acara (KUHAP) Pelanggaran formil, Maka Proses hukum tersebut disebut Cacat demi hukum
Penegakan hukum materil dan formil merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan kan. Sehingga jika penegakan Hukum materil dengan cara melawan hukum formil hal tersebut tidak dibenarkan menurut hukum. Pada esensinya hukum acara pidana dibuat untuk memberikan kehormatan dan wibawa kepada pengadilan. Hukum materiil adalah pedang dan Hukum Formiil adalah jubahnya. Jadi tidak dibenarkan menegakkan hukum materiil dengan cara melawan hukum formiil. Karena itu merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang dan/atau melampaui batas kewenangan” Terang Asst.Prof.Dr. Seno

Pada closing statement, ahli pidana itu menyampaikan “Berdasarkan adagium hukum ’’LEX NEMINI OPERATUR INIQUUM, NEMININI FACIT INJURIAM’’ : hukum tidak memberikan ketidakadilan kepada siapun dan tidak melakukan kesalahan kepada siapapun” Tutupnya.(Red)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *