KABAR PUBLIK JAKARTA | Seorang oknum polisi yang berdinas di Polres Bitung Sulawesi Utara, yang disebut-sebut bernama Roy Husain, diduga kuat terlibat menjadi penadah barang hasil penggelapan berupa satu buah kapal ikan. Hal ini berdasarkan informasi dari pemilik kapal ikan yang disampaikan ke SPKT (Sentra Pengaduan Kasus Terbengkalai) Sekretariat Nasional Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) di Jakarta, Rabu, 29 Maret 2023, lalu.
“Kapal saya itu sekarang ada di tangan oknum anggota polisi, kalau tidak salah namanya Roy Husain, yang berdinas di unit Propam Polres Bitung. Kapal itu dia beli dari orang yang membeli kapal saya secara kredit, bernama Randy Fresly Kamea,” ungkap Firman, pemilik kapal ikan dengan nama lambung KM Putri Jentak 88 kepada Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke, saat melaporkan kasusnya pada 29 Maret 2023.
Kasus penggelapan kapal ini, lanjut Firman, bermula saat dia dan kenalannya bernama Randy Fresly Kamea bersepakat untuk melakukan jual-beli kapal ikan. Firman menjual kapalnya dengan harga Rp. 900 juta kepada ayahnya Randy bernama Reyns Kamea, S.E., seorang PNS yang tinggal di Bitung, sebagai pembeli. Sementara Randy bertanggung jawab untuk menjalankan operasional kapal ikan tersebut dan membayar uang pembelian kapalnya.
Karena pihak Rayns Kamea dan anaknya Randy Fresly Kamea tidak mempunyai dana yang cukup, maka pada saat kesepakan terjadi, Randy membayar DP (down payment) sebesar Rp. 50 juta. Sisanya Rp. 850 juta akan dilunasi dalam waktu maksimal tiga bulan, dengan ketentuan bahwa jika dalam 3 bulan itu utangnya tidak bisa dilunasi maka kapal ikan tersebut statusnya sebagai barang sewaan. Biaya sewa kapal ikan disepakati sebesar Rp. 250 juta per tahun.
“Kesepakatan jual-beli dilakukan pada tanggal 29 Juni 2019. Pembayaran DP Rp. 50 juta dilakukan dua hari kemudian, pada tanggal 01 Juli 2019. Hingga hari ini, berarti sudah jalan mau 4 tahun Juli 2023 nanti, belum ada pembayaran sama sekali, baik untuk pelunasan utang maupun dalam bentuk sewa tahunan seperti yang disepakati saat tanda-tangan perjanjian jual-beli,” beber Firman yang berprofesi sebagai Kapten Kapal Cargo di Singapore itu.
Karena kesibukannya berlayar ke berbagai negara tujuan kapal cargo yang dibawanya, maka urusan jual-beli dan pembayaran sisa piutang kapal ikannya terlalaikan beberapa saat. Firman kemudian baru menanyakan dan mengurus dengan serius pembayaran kekurangan uang pembelian kapalnya pada awal tahun 2022.
“Setelah saya cek awal tahun lalu, rupanya kapalnya sudah berpindah tangan ke oknum polisi itu. Nama dan warna cat kapal saya sudah dirobah. Nama lambungnya sekarang KM Karunia 82. Saya kemudian membuat laporan polisi di Polres Bitung. Dari hasil penyelidikan, ternyata dokumen kapal ikan itu sudah dipalsukan. Hal itu diketahui dengan membandingkan nomor mesin. Pada dua dokumen kapal terulis nomor mesin yang sama. Jadi hampir dipastikan dokumen kapal yang dipakai saat jual-beli dari Randy ke pihak Roy Husain adalah palsu,” sebut Firman seraya mengatakan bahwa informasi dokumen palsu kapal ikan itu dia dapatkan dari penyidik yang menangani laporannya.
Wilson Lalengke yang menerima informasi dari anggotanya, Firman, tersebut merespon dengan menghubungi Ketua PPWI Bitung, Rusdianto, agar menelusuri perihal kasus ini. Selain itu, Ketua Umum PPWI itu juga berupaya menghubungi penyidik yang menangani masalah ini, namun tidak direspon sama sekali.
“Disamping menugaskan Ketua DPC PPWI Bitung untuk menelusuri kasus ini, saya juga sudah menghubungi penyidik yang menangani kasusnya. Pertama saya hubungi Aiptu Roy Umar, baik melalui pesan WhatsApp maupun ditelepon langsung. Tidak direspon sama sekali. Kedua, saya hubungi penyidik lainnya, Aiptu Sumardi, sama juga, tidak merespon pesan WA, telepon berkali-kali tidak diangkat,” jelas alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 ini.
Sehubungan dengan itu, Wilson Lalengke mendesak Pimpinan Polri, melalui Kapolda Sulawesi Utara dan Kapolres Bitung, agar memberikan atensi terhadap kasus ini. Terutama, kata dia, kasusnya melibatkan oknum polisi yang terindikasi bermental kriminal yang ada di Polres Bitung, sebagai penadah barang hasil penggelapan.
“Dari keterangan warga di Manado, oknum polisi bernama Roy Husain itu selama ini diisukan terlibat banyak masalah. Biasanya dia pakai nama istri atau anggota keluarga lainnya untuk menjadi pembeli barang hasil kejahatan, dia hanya jadi backing jika ada masalah atas jual-beli barang atau kapal. Makanya tidak heran kalau kebanyakan laporan polisi yang melibatkan orang ini mandek di Polres maupun di Polda Sulut,” kata Wilson Lalengke seraya mengatakan informasi itu dia dapat dari kalangan media di Sulut yang minta namanya tidak dipublikasikan.
Dia kemudian menegaskan bahwa PPWI akan mengawal terus kasus ini hingga ada titik terang atas kapal ikan milik anggota PPWI, Firman, warga Jeneponto, Sulawesi Selatan tersebut. “Kita akan kawal terus kasus ini. Sekarang laporan pidana penggelapannya sudah disampaikan ke Polres Bitung. Kita minta polisi serius menanganinya,” pungkas Wilson Lalengke. (APL/Red)